Rabu, 06 Juli 2011

Waduh, Raja Ampat Terancam Penambangan Nikel

Lupakan sejenak kisah kawasan Raja Ampat, Papua, nan indah. Kini, aktivitas pertambangan nikel mengancam kelestarian flora dan fauna bawah laut di Raja Ampat.

Belakangan, kapal tambang hilir mudik antara Australia dan Raja Ampat membawa tanah liat dengan kandungan nikel dan kobalt. Dalam penelusuran Sydney Morning Herald edisi 2 Juli 2011, para aktivis lingkungan dan ilmuwan memprotes penambangan di Raja Ampat yang bisa mengancam ekosistem bawah laut paling berharga di dunia itu. Masyarakat setempat malah ikut serta membantu para perusahaan tambang itu.

"Saya sedih dengan apa yang terjadi. Jika orang menambang tanpa melakukan studi lingkungan yang benar, itu keterlaluan. Dan itu yang terjadi di sana," kata Charlie Veron, mantan kepala ilmuwan dari Australian Institute of Marine Sciences.

Meskipun Gubernur Papua Barat, Abraham Atururi melarang pertambangan di Raja Ampat, faktanya kapal-kapal tetap membawa nikel dan kobalt menuju perusahaan Queensland Nickel milik jutawan Australia Clive Palmer.

"Pertambangan sudah sejak 2006. Warga protes, tapi tentara dan polisi datang," kata Yohannis Goram dari Yayasan Nazareth kepada Sydney Morning Herald.

Lantas siapa operator lokalnya? PT ASP dan PT ASI adalah penambang nikel ini. Warga mengatakan aktivitas tambang kedua perusahaan satu grup itu merusak kawasan Pantai Raja Ampat. Menurut Veron, terumbu karang tertutup limbah tambang dan ikan-ikan menghilang.

"Sedimentasi tenggelam ke atas terumbu karang, tapi yang lebih buruk adalah fraksi tanah liat, di mana partikel halus mengambang di air, menghalangi sinar matahari," kata dia.

15 Perusahaan tambang lain berhenti beroperasi setelah larangan gubernur, namun PT ASP dan PT ASI bertahan. Disebut-sebut, PT ASP dan PT ASI punya backing pejabat dan militer di Jakarta. Queensland Nickel menolak berkomentar soal perusahaan rekanan mereka itu.

"Kami tidak berkomentar soal urusan bisnis suplier kami," kata humas Queensland Nickel, Mark Kelly.

Raja Ampat adalah sebuah kawasan ekologi yang sangat penting untuk dunia, seperti Great Barrier Reef milik Australia. Raja Ampat berada di tengah kawasan segitiga terumbu karang dunia dan menjadi sumber makanan untuk 1,6 miliar hektar terumbu karang dari Filipina sampai Pulau Solomon.

(fay/vit)

Sumber : http://www.detiknews.com

2 komentar:

  1. Saya juga pemerhati lingkungan. Hal yang saya ingin sampaikan adalah betapa naifnya kita, ketika hampir semua barang elektronik dan berbagai perangkat yang menunjang kehidupan kita sehari-hari berasal dari hasil tambang. Siapa yang tidak memakai telepon seluler? Siapa yang masih menggunakan kendaraan tak bermesin?
    Dampak lingkungan pasti terjadi di semua lokasi penambangan. Tapi pertanyaannya adalah bagaimana meminimalisir dampak lingkungan tersebut?
    Fakta yang terjadi adalah perusahaan yang ditutup merupakan perusahaan yang memang menambang tidak sesuai dengan prosedur, dimana lumpur2 dari limbah penambangan tidak berhasil dibendung dan mencemari laut di sekitar lokasi penambangan dan perusahaan yang masih beroprasi memang perusahaan yang lolos uji dampak lingkungan.
    Saya prihatin membaca tulisan anda. Seharusnya anda (apalagi mahasiswa UI) sudah terbiasa membuat tulisan yang dapat dipertanggungjawabkan. bukan tulisan kosong yang berisi isu dan asumsi tanpa data yang dapat mendukung argumen anda.
    Mengenai masyarakat setempat, jelas mereka sangat mendukung kegiatan pertambangan karena dengan adanya perusahaan di wilayah ulayat mereka, maka terbukalah lapangan pekerjaan dan berbagai program untuk memajukan kampung mereka.
    Silakan anda datang kembali ke raja ampat, dan saya sarankan untuk melihat lebih jeli lagi bagaimana konflik kepentingan disana dan barulah anda membuat tulisan kembali :)

    BalasHapus
  2. Wah, makasih banyak atas kritikannya :
    Disini saya hanya ingin menyampaikan isu2 yang sekiranya dapat mengancam keanekaragaman ekosistem di raja ampat, jika sekiranya seperti yang anda katakan bahwa pengelolaan limbahnya tidak di perhatikan. Soal lapangan pekerjaan, bukankah lebih baik memberdayakan masyarakat sekitar untuk mendukung pariwisata daripada mengeksploitasi daerah mereka sendiri yang justru nantinya malah akan merugikan mereka sendiri...Jika memang seperti yang anda katakan bahwa keberadaan perusahaan penambangan dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat papua, kenapa sampai sekarang keadaan di papua tidak kunjung membaik? Masyarakat masih miskin dan minim pendidikan, konflik dengan PT. Freeport juga masih berlangsung...
    http://nasional.kompas.com/read/2011/11/02/20573228/Pemerintah.Harus.Berpihak.kepada.Rakyat.Papua
    http://regional.kompas.com/read/2011/10/25/14535951/Dua.Peristiwa.Penembakan.di.Papua.Hari.Ini.
    http://regional.kompas.com/read/2011/10/27/16565834/Hentikan.Pendekatan.Keamanan.di.Freeport.

    BalasHapus