Sabtu, 09 Maret 2013

Wreck Diving, sambil menyelam belajar sejarah

Wreck Liberty menjulang dari kejauhan.

Finally ! Bali ! *norak deh :D* Maklum, buat penyelam pemula seperti kami, pengen banget donk coba nyilem di sana...Kami? ya, gw bareng 2 sahabat baik gw akhirnya berkesempatan ke Bali pertengahan tahun 2012 lalu. Bali memang cukup terkenal sebagai salah satu tempat Diving yang populer bagi wisatawan domestik maupun mancanegara, selain terkenal karena atraksi budaya dan pantainya yang indah. Kebetulan ada kesempatan ke sana, sayang banget donk kalau gak sekalian nyemplung... *emang niat awalnya begono...:p* Spot yang kami pilih adalah Tulamben, karena jika berbicara tentang wreck Diving di Indonesia, Wreck Liberty di Tulamben pasti menjadi salah satu spot wreck yang terbaik, tidak hanya terkenal di dalam, tapi juga di luar negri. Hmm...jadi makin gak sabar... :)

Wreck Liberty sendiri terletak di Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali. Dengan jarak kurang lebih 100 km dari Denpasar, Desa Tulamben dapat di tempuh dengan perjalanan darat menggunakan kendaran selama 2-3 jam dari bandara Ngurah Rai atau dari arah Bali barat dengan waktu tempuh yang sama, dengan cara menyusuri jalan sepanjang Bali utara seperti yang kami lakukan. Dengan bermodalkan mobil rental dan GPS kami percaya diri untuk keluyuran menuju Tulamben, untungnya pemandangan selama perjalanan "bohay" banget, eh salah, "bagus maksudnya :p". Setelah hampir 2 jam.. mulai "agak tandus" nih tempatnya, kayaknya udah mau nyampe, "itu Gunung Agung bukan? " , "Siippp !!"... Akhirnya sampai juga... Di sana kami bertemu Bang Komang yang akan menjadi Guide kami selama menyelam di daerah Tulamben dan sekitarnya. "Akhirnya kita nyilem broo !!" :D

Awalnya kami bertiga sempet kecewa ketika Bang Komang mengatakan "Visiblitynya kurang bagus hari ini..." , "Mungkin cuman 5-10 meter..." , "Nyantai aja bang, masih bagus itu... :p" Di bilang lagi kurang bagus-pun wisatawan asing masih cukup banyak yang diving di bangkai liberty siang itu. "Ok deh bang, besok pagi yah kita mulai nyemplung !". Pagi itu, seperti biasa banyak wisatawan asing yang datang untuk diving di tulmben. "Ok, siap ? Kita nyemplung yah..." , Bang komang sambil bersiap-siap merakit alat dan pake wetsuitnya. Asiiikk !! Gak sabar buat melihat bangkai kapal Liberty yang tersohor itu. Kamipun menapaki pantai berbatu khas tulamben, sambil sesekali di sambut ombak yang bahagia karena berhasil menjatuhkan salah satu teman saya, hahaha :D

Shore entry yang sangat menyenangkan :D

"Ok semua??" Bang komang-pun mengempeseken BCDnya dan mulai menuntun kami menyusuri pasir hitam yang konon katanya berasal dari letusan Gunung Agung. Tak lama kemudian tampak sebongkah besi besar menjulang, wrecknya gede banget bro !! Tampak bongkahan besi tua itu sudah tertutup dengan aneka macam Hard Coral, Soft Coral, dan Sponge yang begitu indah. Kami mulai di ajak Bang komang berkeliling ke bagian-bagian wreck tersebut, masuk ke dalam salah satu "Chamber" nya serta bagian-bagian celah lainnya seperti menjelajahi masa lalu, membayangkan betapa gagahnya kapal tersebut saat masih mengarungi lautan…Tsaahh !!

USAT adalah singkatan dari "United States Army Transport", USAT Liberty dibuat pada tahun 1918. Sebagai kapal kargo atau pengangkut barang, tugas utama USAT Liberty adalah melayani kebutuhan militer Amerika Serikat pada saat perang dunia II. Pada tanggal 11 januari 1942, dalam perjalanannya dari Australia menuju Filipina. Kapal USAT Liberty di tropedo oleh kapal selam jepang hingga mengalami kerusukan yang cukup parah, kemudian kapal di tarik ke arah Singaraja, menuju pelabuhan milik Belanda di Bali utara untuk di perbaiki. Namun kapal USAT Liberty tersebut telah kemasukan cukup banyak air dan akhirnya terdampar di termpat peristirahatannya sekarang, yaitu di Desa Tulamben, Bali. Begitulah dongeng singkat mengenai sejarah sang kapal, sekarang lanjut nyemplung lageee !! :D

Ok, sore menjelang malam, waktunya siap-siap night dive nih ! Penasaran dengan mahluk apa aja yang bakalan nongol di malam hari, rombongan kami pun mulai menyusuri badan kapal. Senter mulai di arahkan ke sana kemari, terlihat aktifitas hewan-hewan malam yang "terbangun" karena hilangnya matahari. Tiba - tiba suasana menjadi ramai, kami berempat kompak mengarahkan senter ke satu titik. Wah ! ternyata ada belut moray sedang ngudek2 lobang sodara-sodara...tanpa peduli nyala lampu senter yang di arahakan ke dia, sang moray sibuk menangkap kepiting yang berusaha kabur dari gigitan sang belut besar tersebut. Apes memang, menu makan malam si moray cuman sempet di icip2 doank sebelum akhirnya kabur ke bagian bawah kapal. Waduh, mudah-mudahan bukan karena kita senterin yah bos...maaf-maaf... :p Kayaknya sebel banget tuh dia, sesaat gw mikir gimana rasanya digigit belut dengan panjang 2 meter lebih itu, lagi sembunyi di lobang pas siang-siang aja udah nakutin :D Yah, walau tampaknya doi lagi bete karena gagal santap malam, dia gak kesel kok sama kita-kita...dengan santai dia berenang di bawah rombongan dan menghilang kedalam kegelapan, kita nya yang gak santai pas dia lewat...hahahaha

Si Moray yang tampaknya lagi bete karena gagal dapat menu santap malam :D
Uniknya, karena spot diving yang cukup ramai malam itu kami beberapa kali berpapasan dengan rombongan diver lain yang juga sibuk mengarahkan senternya kesana kemari, rame ajah...jadi gak kesepian deh diving di sini malem-malem...hehe :p Ternyata  ada juga yang menggunakan bangkai kapal liberty ini sebagai tempat tidur, kirain pada keluyuran semua penghuninya pas malem-malem. Bang Komang, menunjuk salah satu celah kapal, tampak seekor Bumphead Parrotfish sedang bobo di sana, "Oh...ternyata hotel tempat nginepnya di sini toh" , "Pantes tadi pagi rombongan Bumhead terlihat berenang dari arah bangkai kapal". Pukul 7:30, lama juga kami muter-muter di dalem air, waktunya naik, badan sudah mulai kedinginan dan perut terasa lapar :D Waktunya bilas-bilas dan makan !!


Di Posting oleh : Divo Ario Noercahyo



Sabtu, 19 Januari 2013

Asidifikasi Laut


Sejak terbentuknya laut hingga beberapa puluh dekade belakangan ini, laut memiliki stabilitas pH yang cukup sehingga mampu menyokong berbagai macam kehidupan di dalamnya. Keadaan berubah pesat ketika peradaban manusia memasuki era revolusi industri, dimana pembangunan di bidang industri telah berkembang secara cepat. Dampak revolusi industri meningkatkan kesejahteraan umat manusia secara drastis, namun di lain pihak penggunaan bahan bakar fosil merupakan awal mula campur tangan manusia terhadap kerusakan ekosistem. Era revolusi industri banyak menimbulkan hasil sampingan berupa limbah zat kimia berbahaya serta polusi gas yang hingga kini masih menjadi sorotan masalah pemanasan global yaitu emisi karbon dioksida (CO2).

Peneliti menemukan bahwa laut telah menjadi salah satu penyerap CO2 terbesar setelah hutan sehingga memperlambat dampak polusi gas CO2 terhadap atsmosfer bumi. Asidifikasi atau menurunnya pH pada suatu larutan hingga keadaan asam merupakan fenomena yang terjadi akibat adanya reaksi antara air laut dengan gas CO2. Reaksi antara air laut dengan gas CO2 tersebut akan membentuk asam karbonik yang akan menurunkan pH air laut terutama pada daerah didekat permukaan.
Gambar 1. Reaksi air dengan CO2 membentuk asam karbonik
Turunnya pH air laut menimbulkan dampak yang cukup besar terhadap makhluk hidup di dalam ekosistem laut. Dampak terbesar dialami oleh hewan karang yang sensitif terhadap suhu dan pH lingkungan. Karang akan berlendir sebagai respon terhadap lingkungan yang tidak sesuai terhadap kelangsungan hidup karang dan dampak terburuknya adalah matinya hewan karang sehingga terumbu karang memutih atau dikenal dengan bleaching.
               
Rusaknya terumbu karang akan memengaruhi kelimpahan dan keanekaragaman hewan lain yang berasosiasi dengan karang seperti ikan karang, molusca, dan invertebrata lainnya. Asidifikasi air laut juga memengaruhi ikan secara hormonal sehingga menyebabkan anomali reproduksi. Dampak secara langsung juga dialami kerang-kerangan yang tidak tahan terhadap pH rendah sehingga cenderung menghindari kedalaman yang dangkal. Semua hal tersebut akan merubah pola rantai makanan terutama organisme dengan posisi terbawah dalam rantai makanan.
               
Kurang lebih 22 juta ton gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas manusia diserap oleh lautan setiap harinya. Kesadaran akan kerusakan yang terjadi di laut akibat ulah manusia ini perlu dibangun. Manusia harus mulai mampu untuk mengontrol emisi gas buang CO2 karena jika tidak, organisme laut akan berada di dalam tekanan untuk beradaptasi terhadap perubahan kimia air laut atau musnah karenanya.

oleh:
-Diklat SIGMA-B UI-

Sumber : http://ocean.nationalgeographic.com/ocean/critical-issues-ocean-acidification/?source=A-to-Z